
Lahan pekarangan yang umumnya tidak
dilirik sebagai lahan pertanaman sayuran maupun buah-buahan, di lokasi
ini (Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan-red) bisa ditemui dengan
mudah. Dan, itu di halaman rumah warga. Siapa pun yang tertarik untuk
membeli, bisa langsung datang dan memetiknya sendiri.
Memasuki lokasi kawasan ‘kampung
organik’, tepatnya di Lingkungan IV, Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan
Marelan ini di tiap depan rumah masyarakat dapat ditemui pot-pot maupun
polibag yang ditumbuhi tanaman sayuran. Mulai dari bayam, kangkung,
pakchoy, cabai, terung, sawi jepang, kailan/ketna dan lain sebagainya.
Semuanya tersusun dalam rak yang terbuat dari bambu setinggi 3 – 5
tingkat atau setara dengan 150 cm – 2 meter.
Di gang-gang kecil, tanaman pare
merambat di bambu yang dibentuk menyerupai kanopi. Buah pare yang masih
kecil, maupun yang sudah layak untuk dipetik menggantung di tangkai.
Bahkan 1 – 2 buah tampak sudah menguning tanpa sempat dipetik. Tidak
hanya itu saja, yang tidak menggunakan rak bambu, pot-pot dan polibag
diletakkan di tanah, umumnya untuk tanaman cabai merah dan terung.
Menurut Ketua Kelompok Tani Sedar,
Marioto, geliat masyarakat menanam sayuran di pekarangan rumah
menggunakan pot dan polibag dilakukan oleh kaum ibu yang mulai terbuka
wawasannya untuk menambah pemasukan keluarga dengan cara sederhana dan
menyenangkan.
Aktivitas kaum ibu yang selama ini hanya berkumpul dan tak menghasilkan, kini bisa membuktikan bahwa keberadaan mereka sangat produktif. Bekumpulnya kaum ibu, yang seringkali ‘ngrumpi’, aktivitas itu tetap terjadi namun dengan topik yang bertambah, yakni membicarakan bagaimana cara menanam sayuran yang baik, bagaimana cara mengatasi serangan ulat maupun bagaimana cara membuat pupuk organik.
Aktivitas kaum ibu yang selama ini hanya berkumpul dan tak menghasilkan, kini bisa membuktikan bahwa keberadaan mereka sangat produktif. Bekumpulnya kaum ibu, yang seringkali ‘ngrumpi’, aktivitas itu tetap terjadi namun dengan topik yang bertambah, yakni membicarakan bagaimana cara menanam sayuran yang baik, bagaimana cara mengatasi serangan ulat maupun bagaimana cara membuat pupuk organik.
Kaum ibu, lanjut Marioto, memiliki peran
sangat besar untuk membuat kampungnya lebih asri dengan tanaman
sayuran. Selain tanaman sayuran yang sudah layak untuk dikonsumsi, di
samping rumah pasti juga ada tanaman sayuran yang masih bibit dan belum
dipindahkan ke pot maupun polibag.
Semangat kaum ibu untuk memanfaatkan
pekarangan rumah ini cukup membantu meringankan kebutuhan keluarga.
Umumnya suami mereka bekerja sebagai petani di sawah yang mana hasil
produksinya relatif lebih lama daripada sayuran. Kebutuhan keluarga
tidak bisa menunggu sampai padinya memasuki masa panen. Tuntutan
kebutuhan itu terus muncul setiap saat dan harus dipenuhi secepatnya.
sumber : http://hkti.org/2012/05/24/media-tumbuh-sayuran-organik-pot-dan-polybag.html
“Dari pemanfaatan pekarangan dengan
menanam sayuran ini, kebutuhan harian bisa diselesaikan, ini bisa
disebut sebagai kerja sama dan bahu membahu dalam keluarga secara
sederhana,” katanya.
Ia menjelaskan, hasil dari pemanfaatan
pekarangan tersebut, masyarakat dapat menjual sayurannya kepada
masyarakat lain yang membutuhkan sayuran untuk dimasak. Masyarakat
tidak perlu pergi ke pasar karena di tetangganya sudah ada sayuran segar
yang bisa dibeli secara langsung.
Pola seperti ini bukan saja dapat
membangun ekonomi warga secara swadaya dari sisi peemenuhan kebutuhan,
namun juga dapat membangun silaturahmi yang hangat di masyarakat.
Interaksi yang intens di masyarakat dibangun dari jual beli sayuran.
“Ini juga salah satu bentuk sosialisasi yang efektif untuk menjelaskan
sayuran sehat yang dihasilkan dari pekarangan sendiri,” katanya.
Keberhasilan dalam menyosialisasikan
pemanfaatan pekarangan untuk menanam sayuran yang sehat tersebut bisa
dilihat dari bertambahnya masyarakat yang kemudian ikut menanam sayuran
di rumahnya.
Dikatakan Marioto, sebelumnya masyarakat
tidak yakin pola tanam dengan pemanfaatan pekarangan rumah untuk
pertanian dapat menambah pemasukan keluarga. Masyarakat saat itu
meragukan karena pembeli sayuran akan lebih praktis dengan pergi ke
pasar daripada mendatangi tetangganya yang menanam sayuran.
Apalagi setelah tahu bahwa model
pertanamannya tidak menggunakan pupuk kimia. masyarakat umumnya menilai
bahwa pupuk kimia adalah hal yang mutlak digunakan agar tanaman dapat
tumbuh dengan maksimal.
Menurutnya, di awal percobaan, hanya 25
kepala keluarga yang mau melakukan itu. Namun,setelah pertaniannya
berhasil tumbuh dan mendatangkan rupiah, kemudian muncul ketertarikan
dari masyarakat lain untuk ikut mengembangkannya. Hingga kini sudah 45
kepala keluarga yang memanfaatkan pekarangannya untuk ditanami dengan
sayuran.
Dikatakannya, jika sebelumnya pekarangan
rumah masyarakat didominasi dengan tanaman hias dan tanaman lain yang
tidak memiliki nilai ekonomis, kini sebagian besar juga dipenuhi dengan
tanaman sayuran yang mana dari sisi pemandangan juga tak kalah menarik
dengan tanaman hias. “Dan tenyata terbukti dapat menambah pemasukan
keluarga,” katanya.