Apa Yang Dimaksud Dengan Sayuran Organik?

Semakin
tingginya kesadaran masyarakat Indonesia akan kebutuhan hidup sehat dan
munculnya berbagai penyakit baru telah memicu berbagai produksi bahan
makanan kembali menggunakan proses alami atau 'back to nature'. Tidak
sedikit pula petani sayur di Indonesia yang kemudian beralih menggunakan
metode yang kita sebut pertanian organik. Apa sebenarnya yang disebut
dengan makanan organik tersebut?
Makanan organik adalah
makanan yang dihasilkan dari pertanian organik, sebuah metode produksi
berdasarkan prinsip-prinsip yang dimaksudkan untuk:
Melindungi lingkungan mempertahankan keanekaragaman hayati dan menghormati siklus alam Istilah “organik” mengacu pada cara
produk pertanian dibudidayakan dan diproses. Persyaratan khusus harus
dipenuhi dan dipertahankan agar produk dapat diberi label “organik”.
Tanaman
organik harus dipelihara di tanah yang aman, tidak dimodifikasi secara
genetis dan harus selalu terpisah dari produk konvensional. Petani tidak
diperbolehkan menggunakanpestisida sintetis, organisme hasil rekayasa
genetika (GMO) dan pupuk buatan. Meski demikian, residu pestisida
tanaman organik tidak selalu nol karena pestisida masih dapat masuk
melalui angin, air atau tanah.
Agar mendapatkan label
organik, sebuah produk makanan olahan harus mengandung paling sedikit
95% bahan organik bersertifikat.
Meskipun belum ada
statistik, pertumbuhan konsumsi produk organik di negara kita
kelihatannya tidak kalah dengan negara-negara maju seperti Kanada dan
Amerika Serikat yang mencapai 20% lebih.
Apa Manfaat Mengkomsumsi Sayuran Organik?

Manfaat yang dapat kita peroleh dengan mengkomsumsi sayuran organik, diantaranya adalah :
1. Lebih enak, segar dan tidak cepat busuk
Sayuran
organik rasanya lebih manis, renyah dan segar. Hal ini disebabkan
kandungan air dalam sayur tidak terlalu banyak. Selain itu, kandungan
air yang sedikit dibandingkan dengan sayuran non organik membuat sayur
organik ini lebih tahan lama dari proses pembusukan. Dan tentu saja
alasan utamanya adalah karena makanan itu dihasilkan dengan sarana
produksi alami. Makanan organik juga sering dijual secara lokal sehingga
masih segar.
2. Lebih bergizi dan sehat
Makanan
organik tidak dibentuk menggunakan pupuk kimia, pestisida kimia serta
bahan kimia lain sehingga tidak merugikan tubuh manusia. Susu organik
memiliki 50-80% lebih banyak antioksidan yang mengurangi risiko tumor.
Beberapa studi menunjukkan bahwa buah dan sayuran
organik (misalnya, beras, tomat, kubis, bawang dan selada organik)
mengandung lebih banyak nutrisi seperti vitamin, magnesium, fosfor, zinc
dan besi.
Sayuran organik memiliki kandungan gizi yang
lebih tinggi seperti kandungan mineral dibandingkan sayuran non organik.
Sayuran yang ditanam secara organik memang sangat menyehatkan bagi
tubuh.
3. Tidak mengandung zat kimia yang berbahaya bagi tubuh manusia
Manfaat
sayuran organik ini untuk mencegah/mengurangi masuknya zat - zat kimia
dari pupuk buatan maupun pestisida dalam sayuran ke tubuh. Residu atau
endapan dari zat kimia tadi bisa membahayakan dan menyebabkan berbagai
penyakit seperti kanker.
4. Menjaga kelestarian lingkungan
Dengan
semakin bertambahnya berbagai pencemaran akhir - akhir ini membuat
produksi bahan makanan secara organik telah membantu menjaga dan
mengembalikan lingkungan dari polusi tanah, air dan udara sehingga
menciptakan dunia yang aman bagi kehidupan generasi mendatang.
Artis dan Makanan Organik
Tingginya
bahaya polusi dan hal-hal yang berbau kimiawi, mengundang sebagian
orang untuk mulai menyadari pola hidup sehat. Salah satunya, dengan
mengonsumsi makanan organik, yakni bahan makanan yang bebas kimia.
Beberapa artis pun mengikuti tren positif makanan organik.
Melly Manuhutu
Buka Toko & Parsel Organik
Saat mengandung tiga tahun lalu, Melly gemar mengonsumsi sayuran
organik. Kebetulan, di depan rumahnya di kawasan Ciburial, Puncak,
terbentang kebun sayur dan buah organik milik tetangga. Sayangnya,
Melly keguguran. Ia kembali ke Jakarta namun tidak meninggalkan
hobinya mengonsumsi sayur dan buah organik.
Apalagi, ia sudah merasakan khasiatnya. "Dulu aku sering kena
batuk-pilek. Tapi, percaya enggak percaya, selama mengonsumsi
segala macam bahan makanan yang organik, aku merasa lebih sehat.
Rasanya juga lebih fresh, enak di perut, dan kulit jadi bagus,"
ungkap Melly.
Tak cuma mengonsumsi, Melly akhirnya
mulai berbisnis sayuran dan buah organik. Sistemnya masih delivery.
"Kalau ada yang pesan, saya ambil dari perkebunan Permata Hati di
Puncak." Jadilah tiap dua kali seminggu Melly turun ke kebun,
memilih sendiri sayur dan buah. "Setelah dua tahun dijalani,
sekarang saya punya banyak konsumen."
Meningkatnya
permintaan, membuat Melly memutuskan membuat kios mungil ukuran 3 X
3 m persegi di bilangan Kemang Timur. Namanya, Organic Vegetables. Di
dalam bangunan berdinding bata itu, terdapat bermacam-macam bahan
organik. Mulai dari sayuran, kacang-kacangan, buah, dan
umbi-umbian. Belakangan, Melly juga menjual beras dan beras merah
organik yang diambil dari Yogya. "Sedangkan ayam dan telur organik,
didrop dari Bandung. Juga ada dried food yang diimpor dari Jerman
dan Australia, seperti garam, gula, susu, bihun, pasta, minyak
goreng, dan lainnya."
Sejak buka kios pertengahan
tahun ini, Melly bukan saja bertindak sebagai penjual, tapi juga
"juru kampanye". Soalnya, "Banyak yang belum tahu makanan organik.
Bahkan di awal-awal promosi, aku sampai bagi-bagi selebaran tentang
makanan organik. Kayak juru kampanye," ujarnya sambil tertawa.
Memang, kata Melly, sayur dan buah organik harganya lebih mahal.
Apalagi kalau sudah masuk di supermarket, bisa berlipat-lipat
harganya. "Kalau aku, sih, enggak mau jual mahal-mahal. Niatku,
selain berbisnis, ingin berbagi kepedulian hidup sehat," ujar Melly
yang mengaku hanya mengambil sedikit keuntungan.
Mahalnya sayur dan buah orgaik, lanjut Melly, karena penghasil makanan
organik masih jarang dan ragamnya masih sedikit. Produksinya pun
tergantung musim. "Selain itu, untuk menghasilkan makanan organik,
perlu lebih banyak tenaga kerja. Tanaman harus satu per satu
diperiksa," ujar Melly yang terobsesi memiliki kebun sendiri plus
supermarket tempat ia memasarkan hasil kebunnya.
Kini, menjelang Lebaran, Melly dan suaminya, Prakaca, sedang sibuk
menyiapkan parsel berisi makanan organik. Harganya berkisar antara Rp
350 ribu-Rp 750 ribu. "Pikir-pikir, kan, bagus, ya, kalau memberi
hadiah makanan sehat. Makanya, sejak awal puasa kemarin, aku sudah
mulai bikin," kata Melly yang sudah dapat sekitar 20 pesanan
parsel.
Sophie Navita
Anak Sampai Pembantu Makan Sayur Organik
Seperti halnya Lucy, Sophie juga tahu soal khasiat makanan organik
dari kegemarannya membaca. "Tapi waktu mau cari makanan organik,
susah banget. Lalu, waktu hamil, aku berniat mengonsumsi makanan
sehat. Nah, mulai, deh, aku hunting makanan organik yang kandungan
kimianya betul-betul nol. Waktu itu, hanya bisa didapat di sebuah
supermarket yang segmennya orang bule di Jakarta," ujar artis
cantik ini.
Meski harganya tiga kali lipat dari bahan
makanan yang biasa, "Demi anak yang ada dalam kandungan, saya tetap
membeli." Ketika Rangga Namora Putra Bharata (11 bulan) mulai
diperkenalkan pada makanan padat, Sophie memberinya sayuran
organik.
Waktu itu, cerita Sophie, "Saya sempat
frustrasi juga karena kesulitan mencari ragam sayuran organik.
Masak Rangga hanya dikasih bayam, wortel, dan tomat setiap hari?
Aku sampai mencari ke setiap supermarket besar di Jakarta."
Beruntung ia akhinya mendapat info bahwa Melly Manahutu berbisnis
sayuran organik. "Ternyata harga di toko dia, lebih murah. Ragam
sayurannya pun lebih banyak." Alhasil, makanan padat organik untuk
Rangga pun mulai beragam, seperti ayam, bihun, beras merah,
kentang, pasta, kacang kapri, hingga kacang hijau. Buah-buahan juga
tersedia. "Mau alpukat, stroberi, dan mangga, juga ada."
Belakangan, Sophie yang sempat berhenti makan sayuran organik usai
melahirkan, memutuskan kembali ke bahan-bahan organik. "Aku pikir,
kenapa enggak sekalian buat sekeluarga? Efisien juga, kan, enggak
harus belanja dan masak dua kali," kata istri Pongki Jikustik ini.
Sejak itu, ia membeli makanan organik dalam partai besar. "Tak
hanya sayur dan buah, beras, ayam, gula, kacang-kacangan, dan
pasta, juga yang organik." Sampai ke pembantu dan pengasuh anaknya,
"Semua sama, makan makanan organik."
Ketika Rangga
memasuki usia 10 bulan, Sophie mulai menggunakan garam organik.
Pasalnya, garam organik tidak melalui proses bleaching dan lebih
alami. "Memang, sih, harganya lebih mahal karena masih impor.
Sebungkusnya Rp 18 ribu," kata Sophie yang sekali belanja sayuran
bisa menghabiskan sekitar Rp 70 ribu. "Tapi itu untuk 2-3 hari."
Kini, Sophie mengaku mulai merasakan khasiat makanan organik yang
dikonsumsinya. Badannya terasa lebih segar, sehat, dan ringan.
"Untuk Rangga, hasilnya belum kelihatan banget. Cuma matanya lebih
cemerlang. Mungkin karena vitamin yang terkandung dalam sayuran,"
papar Sophie yang merasa bangga lantaran sang anak sudah doyan
makan sayuran dalam bentuk apa pun.
"Artinya,
kan, meringankan tugas saya di masa depan, yaitu membiasakan anak
untuk melihat sayur sebagai a way of life. Sebagai perempuan, kita punya
tugas jadi istri dan ibu. Artinya, kita juga punya tanggung jawab
menyehatkan keluarga. Apa yang kita taruh di meja makan, itu yang
dimakan anak dan suami. Masak, sih, kita mau taruh sampah atau
makanan yang enggak sehat?" katanya panjang lebar.
Lucy Rahmawati
Menabung Untuk Hari Depan Yang Sehat
Dari bacaan yang dilahapnya, personel AB Three ini jadi merasa
takut karena di mana-mana orang menggunakan pestisida, bahan
pengawet, bahan kimia, pengawet, dan lainnya untuk mengolah bahan
makanan. "Termasuk untuk makanan bayi. Padahal, semua itu bikin
daya tahan tubuh bayi ringkih dan kalau terlalu lama menumpuk di
tubuh, bisa jadi racun dan sumber penyakit," ujarnya serius.
Nah, ketika hamil, Lucy tak mau mengambil risiko untuk jabang
bayinya. Ia pun mulai rajin mengonsumsi makanan organik. Bahkan
setelah anaknya, Keitaro Jose Purnomo (1)
lahir hingga
sekarang, selalu diberi makanan organik. "Aku, sih, enggak terlalu
ketat harus makan makanan organik. Tapi kalau buat Keitaro, suatu
keharusan. Jadi, setelah diberi ASI ekslusif dan mulai diperkenalkan
pada makanan padat, sejak itu aku kasih jus sayuran atau buah
organik," kisahnya antusias.
Yang kerap bikin
Lucy pusing, sayuran organik amat tergantung pada musim. "Jika
iklimnya tidak mendukung untuk panen, beberapa jenis sayuran susah
didapat. Pernah aku sulit sekali menemukan brokoli, wortel, atau tomat.
Sudah keliling ke beberapa toko, enggak ketemu juga. Untungnya,
sekarang sudah mulai banyak dijual di supermarket. Jenisnya juga
mulai beragam."
Ia lalu memberi contoh, "Dulu, mau
bikin sayur sop yang bahan-bahannya organik, susah banget. Kentang
dan daun seledrinya enggak ada," kata Lucy yang rajin berburu bahan
makanan organik dua atau tiga kali dalam seminggu. "Bisa
berjam-jam aku muter-muter mencari sayuran organik. Mulai dari yang
dekat rumah di kawasan Pondok Indah, hingga dekat rumah orangtuaku di
Jatibening. Soalnya, kata Lucy, sayur hanya tahan 2-3 hari sehingga
ia harus sering mencari stok sayuran buat buah hatinya. "Untuk
Keitaro, aku paling sering beli bayam, wortel, tomat, buncis, dan
brokoli."
Sumber protein berupa daging dan ayam untuk
anaknya, juga diusahakan memakai yang organik. "Ayam organik juga
lebih tahan lama. Kalau menyimpannya bagus, bisa tahan sampai dua
minggu. Tapi pernah juga, sih, kehabisan stok ayam organik.
Akhirnya terpaksa pakai ayam kampung yang bebas suntikan hormon,"
kisahnya.
Soal harga yang lebih mahal, Lucy mengaku
tidak terlalu mempermasalahkan. Demi anaknya, ia ingin mengupayakan
yang terbaik. Jadi, beda Rp 5.000 hingga Rp 10.000, "Enggak
masalah. Untuk masalah kesehatan, kita tidak usah lihat harga lagi,
deh. Siapa lagi yang menghargai diri kita selain kita sendiri?
Jadi, menurut aku, antara harga dan efek positif yang kita dapat,
seimbang," kata Lucy yang dalam hal ini mendapat dukungan dari
suami.
Targetnya, untuk Keitaro ia akan terus memberi
asupan organik minimal sampai usia 5 tahun. Pasalnya, kalau sudah
masuk usia sekolah SD, "Anak mulai berteman dan tahu jajan. Tidak
bisa setiap saat kita mengontrol."
Masalah khasiat
makanan organik, tambah Lucy, tak bisa dirasakan dalam sekejap.
"Baru terasa dalam jangka waktu panjang. Mungkin 5-6 tahun lagi
baru terasa, kita tidak rentan terhadap penyakit darah tinggi, jantung,
kolesterol, dan sebagainya. Jadi, hitung-hitung menabung untuk hari
depan yang lebih sehat, deh."
(Sumber : http://nostalgia.tabloidnova.com)
Sayuran Organik VS Sayuran Unorganik
Secara
kasat mata mungkin tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara
sayuran organik dan yang bukan namun bila kita teliti lebih lanjut
banyak perbedaan dari proses penanam sayuran organik ini yang dapat
membuat tubuh kita jauh lebih sehat lagi, alasan tersebut diantaranya
adalah karena :
1. Sayuran organik tidak menggunakan pupuk buatan atau kimia
Pada
umumnya petani untuk menanam sayuran banyak menggunakan tambahan pupuk
buatan seperti Urea, KCl dan lainnya guna membantu pertumbuhan tanaman.
Namun pada penanaman sayuran organik sama sekali tidak
menggunakan pupuk buatan. Yang digunakan adalah pupuk yang berasal dari
alam, seperti kompos dan pupuk kandang yang berasal dari kotoran
hewan.
2. Sayuran organik tidak menggunakan pestisida buatan atau kimia
Sayuran
organik ini dalam proses penanamannya tidak disemprot dengan pestisida
seperti insektisida, fungisida maupun herbisida kimia lainnya.
Untuk menanggulangi hama
dan penyakit yang datang, biasanya pertanian organik ini dibuat rotasi
atau pergantian tanaman dalam satu area dan waktu tertentu, atau
menggunakan predator dari hama
tersebut. Sering pula menggunakan beberapa jenis tanaman herbal
seperti basil sebagai benteng yang mengelilingi tanaman sayuran organik
didalamnya. Cara lainnya adalah menggunakan screen net seperti dalam
green house sehingga hama tidak dapat masuk.
Hal - hal tersebutlah yang membuat sayuran organik berbeda dari sayuran biasa dan tentunya membuat tubuh kita lebih sehat.
Hidup Sehat dan Panjang Umur Berkat Sayuran Organik
TEMPO Interaktif,
Buah dan sayuran memiliki manfaat yang baik bagi tubuh. Namun,
belakangan mulai muncul masalah karena kandungan bahan kimia pada pupuk
dan penyemprot hama yang menempel pada buah atau sayuran berdampak buruk
bagi kesehatan.
Kini
hadir makanan organik sebagi solusinya. Buah dan sayuran ditanam tanpa
pupuk buatan. Menurut para akademisi, makanan jenis ini mampu menurunkan
berat badan, membuat tubuh lebih sehat, dan panjang umur.
Seperti dikutip dari laman Daily Mail,
Sabtu, 21 Mei 2011, buah dan sayuran organik mengandung lebih banyak
nutrisi, termasuk metabolit sekunder dan vitamin C. Metabolit sekunder
berfungsi untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan melindungi tubuh
dari radikal bebas yang dapat merusak sel.
Penelitian
dari The University of Newcastle menunjukkan temuan ini memiliki
pengaruh yang baik untuk program melawan kanker payudara secara
nasional. Makanan organik dinilai mampu memperbaiki kesehatan secara
umum, kemudian secara efektif mendorong pembakaran lemak pada tubuh.
Makanan
organik mengandung fenolat, tanin, flavanon, karotenoid dan resveratrol
yang berfungsi sebagai pembakar lemak dan dikatakan membantu mencegah
kanker, diabetes dan penyakit jantung.
Sebagai
rata-rata, kebiasan yang sehat ini mampu memperpanjang rentang hidup
seseorang hingga 25 hari untuk laki-laki dan 17 hari untuk wanita.
Namun, menurut beberapa peneliti, jika beruntung kita pun dapat hidup
berbulan-bulan lebih lama hingga mencapai 5 tahun berkat mengonsumsi
makanan organik.
Sebuah
studi membuktikan, makanan organik mengandung 12 persen metabolit dan 6
persen vitamin C lebih tinggi. Selain bermanfaat bagi kesehatan,
sayuran dan buah organik juga ramah lingkungan dan menjaga kelangsungan
hidup hewan serta binatang liar lainnya.
NUR INTAN
(Sumber : www.tempointeraktif.com)
Olahan Sayuran Organik
Liputan6.com, Bogor: Nugget identik dengan
daging, seperti daging ayam, sapi, udang, cumi, dan sebagainya. Namun,
di tangan Anindhita, nugget juga dapat dibuat dari bahan-bahan sayuran,
seperti bayam, kembang kol, wortel dan sebagainya. "Walau ada tambahan
dari daging ayam," kata Anindhita, kreator dan pemilik usaha nugget
sayuran, di Bogor, Jawa Barat, baru-baru ini.
Menurut wanita
berjilbab ini, bisnis nugget tersebut bermula dari kebutuhan gizi
anaknya yang tidak suka dengan sayuran dan pilih-pilih makanan. "Sampai
akhirnya, saya memutar otak untuk membuat nugget sayuran dan menjadi
bisinis yang menyenangkan buat saya," ucap Anindhita.
Tak hanya
anak-anak, nugget sayuran bikinan Anindhita juga dikonsumsi orang
dewasa. "Mereka (orang dewasa) yang sedang berdiet," ujarnya. "Begitu
juga dengan anak-anak autis karena (nugget) tak mengandung gluten,
pengawet, msg, dan saya juga menggunakan sayur-sayuran organik."
Lalu,
bagaimana cara membuat nugget bayam merah Pertama, daging ayam digiling
sampai halus. Daging ayam yang dipakai adalah boneless ayam bagian
dada. "Karena mengandung sedikit lemak," kata Anindhita tentang mengapa
boneless dada ayam yang dipakai.
Sementara itu, bayam merah segar
dicuci bersih dan diseduh sebentar dengan air panas untuk selanjutnya
diblender. Bayam lalu dicampur dengan daging ayam berikut gula, lada dan
garam. "Saya tidak menggunakan penyedap rasa ataupun pengawet,"
tuturnya.
Setelah tercampur rata, masukan tepung ke dalam olahan
daging dan bayam. Tepung yang dipakai adalah tepung jagung. Setelah
tercampur sempurna, olahan lalu dimasukkan ke cetakan untuk dimatangkan
dengan cara dikukus. Cara mengukus harus hati-hati dan butuh ketelitian
untuk tetap menjaga warna bayam. "Kalau warna bayam berubah, itu berarti
antioksida berkurang," jelas Anindhita.
Bayam merah bermanfaat
untuk pencernaan, penderita anemia, dan bagi ibu-ibut yang baru
melahirkan. "Karena bisa membersihkan darah pascamelahirkan," tuturnya.
Selain
mudah, pekerjaan ini bisa dikerjakan di rumah. "Jadi saya tidak
kehilangan waktu dan tetap bisa mengurus rumah serta anak-anak,"
ucapnya.
Satu lagi, bisnis ini juga membuka lapangan pekerjaan
dan menambah penghasilan. "Saya senang bisnis ini sudah mulai dikenal.
Selain mendapatkan penghasilan tambahan dari rumah, saya juga
mendatangkan lapangan pekerjaan untuk orang-orang di sekitar saya," ujar
Anindhita.
Untuk memperkuat branding, Anindhita telah
mencatatkan produknya ini ke Dinas Kesehatan Kota Bogor, Jawa Barat.
Selain itu, ia juga telah meregestrasi produk ini untuk label layak
konsumsi.
Anda tertarik untuk menggeluti bisnis ini Anindhita
membuat sistem keagenan untuk memperluas bisnis ini. "Sehingga bisnis
ini bisa dikerjakan ibu-ibu di rumah atau pekerja kantoran," ucapnya.